Ina Smile

Bidadari-bidadari Surga adalah buku yang sarat dengan pesan moral yang kuat. Gambaran bidadari itu sendiri jauh dari yang sering kita bayangkan. Bidadari dalam buku ini digambarkan sebagai sosok yang buruk rupa dengan pertumbuhan tubuh yang tidak normal, namun hatinya tulus.

Adalah Laisa, wanita dengan empat adik yakni Dalimunte, Ikanuri, Wibisana dan Yashinta. Ia sebenarnya bukan kakak kandung dari keempat saudaranya, namun dengan kasih sayangnya ia mencurahkan hidupnya untuk keluarganya. Ia rela meninggalkan bangku sekolah untuk memberikan kesempatan keempat adiknya.

Bekerja. Bekerja. Bekerja. Itulah yang selalu ia lakukan. Tak peduli panasnya matahari menyengat kulitnya. Peluh membasahi tubuhnya. Yang ada dalam benaknya adalah membesarkan keempat adiknya untuk memperoleh pendidikan yang layak. Dia mempunyai perkebunan strawberry.

Sampai akhirnya, keempat saudaranya telah menjadi orang sukses. Dalimunte seorang ilmuwan di bidang fisika. Ikanuri dan Wibisana menjadi pengusaha otomotif. Yashinta seorang korespondensi foto National Geography. Laisa sendiri tertinggal. Masih berkutat dengan kebun strawberrynya.

Seiring berjalannya waktu, Laisa semakin parah dengan penyakit kanker paru-parunya. Ia dan ibunya merahasiakan penyakit yang dideritanya. Ketika bertambah parah dan Laisa terbujur di pembaringan dengan selang ditubuhnya, tak kuasa lagi ibunya menyembunyikan apa yang selama ini hanya mereka yang tahu.

Pesan singkat itu pun akhirnya terkirim. Dalimunte, Ikanuri, Wibisana dan Yashinta serta merta bergegas meninggalkan aktivitas yang mereka lakukan. Tak peduli dengan konsorsium penting, meeting dengan klien atau penelitian fenomenal. Keempatnya sontak menuju kampung halamannya.

Novel ini memainkan alur flash back. Ceritanya benar-benar mengalir dan kita dibawa dalam lorong waktu yang maju mundur. Perjalanan menuju kampung halaman terselip cerita masa lalu yang menggambarkan keutuhan cerita. Secara keseluruhan novel ini membuat pembacanya merasakan setiap kejadian yang ada dalam nvel tersebut.