Recent twitter entries...

Anak-anak “ Pengamen Jalanan “


Terdengar sorak gembira anak-anak jalanan di sudut Kota Jakarta. Mereka terlihat senang pada dunianya. Di pinggir jalan lampu merah bernyanyi dan tertawa dengan teman-temannya, menggubah lagu dengan cara mereka. Berbekal “kecrek” yang sederhana, botol yang diisi beras dan gitar bahkan hanya dengan tepukan kedua tangan, melafalkan syair demi syair, bait demi bait lagu. Sesekali diselingi tawa yang begitu keras. Tak tampak duka di wajah mereka.

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Mereka masih terus menekuni profesi itu. Ya, pengamen jalanan, profesi yang sering diremehkan dan tidak di anggap oleh sebagian orang. Hanya menyanyikan lagu seadanya dengan irama sesukanya – terkadang di iringi gelak tawa. Menyajikan kepedihan belaka bagi yang melihatnya.

Anak-anak dipekerjakan dengan dalih ekonomi sulit. Masa depan mereka dipertaruhkan demi menyambung hidup hari ini. Pagi, siang, sore hingga larut malam, kehidupan mereka berkutat di seputar lampu merah. Wahai anak Indonesia, kemana kau akan melangkah?

Masalah kemiskinan masih saja menjadi pokok permasalahan negeri ini. Berkesinambungan. Pemerintah dengan programnya menyeruakkan akan menekan angka kemiskinan, namun masih sebatas bantuan. Sementara bangsa ini terus saja di timpa masalah yang membuat semakin banyak masyarakatnya jatuh miskin.

Anak-anak pengamen jalanan itu “sepertinya” tidak merasa khawatir akan kehidupan. Mereka menjalani layaknya kehidupan. Lelah hari ini terbayar dengan recehan yang di peroleh. Saya mengamati beberapa dari mereka. Mulai dari anak kecil seusia anak sekolah dasar sampai sekolah menengah. Ada yang berbeda dari setiap individu pengamen jalanan. Sebagian mereka mengamen untuk membantu orang tua secara finansial, namun ada juga yang hanya untuk kesenangan mereka. Adapula pengamen yang setengah menjalani profesinya. Mereka mengamen sebelum atau seusai sekolah, dan tujuan mengamen untuk membiayai sekolahnya.

Beberapa dari mereka tampak liar. Pergaulan bebas tanpa pengawasan menjadikan mereka matang sebelum usianya. Tidak sewajarnya anak usia sekolah dasar memakai gincu dan bedak tebal, atau itu sebagian tuntuan profesi? Adapula tingkah laku yang tidak baik dengan gertakan terlebih dahulu baru kemudian menyanyi. Lalu lintas yang ramai di tambah dengan aksi pengamen jalanan, sering kali tersendat. Timbul sindiran dan makian ditujukan pada pengamen. Kehidupan jalanan yang keras membuat mereka kebal terhadap sindiran dan makian tersebut.

Namun di balik kerasnya kehidupan mereka, rasa persaudaraan mereka sangatlah kental. Mereka merasakan senasib sepenanggungan. Sama-sama toleransi akan daerah “kekuasaan” masing-masing. Saling bantu-membantu.

Entah sampai kapan pemandangan di hampir setiap lampu merah Kota Jakarta dihiasi pengamen jalanan. Inilah kehidupan nyata Kota Jakarta. Akankah pemerintah setempat memperhatikan nasib mereka? Memberikan secercah kehidupan yang lebih baik..?


Comments (0)

Post a Comment